Dalam pernikahan, ada yang namanya qawwamah. Ini bukan tentang siapa yang lebih “berkuasa”, tapi soal tanggung jawab yang dipikul suami sebagai pemimpin dalam rumah tangga. Qawwamah kadang disalahpahami seolah suami bebas semuanya sendiri. Padahal, baik suami maupun istri sama-sama punya peran penting dan saling melengkapi.
Suami punya tanggung jawab besar, bukan cuma soal nafkah, tapi juga soal perlakuan dan pendidikan. Suami wajib memberikan mahar, tapi bukan sebagai “harga” perempuan, melainkan sebagai bentuk penghargaa penghargaan. Lalu, Suami juga wajib memenuhi kebutuhan dasar: sandang, pangan, papan. Idealnya, suami juga harus kasih perhatian, kasih sayang dan pelayanan seperti makanan atau pakaian. Walaupun dalam praktiknya, sering kali istri yang banyak turun tangan di bagian ini.
Kalau istri berbuat salah, suami punya tugas untuk mendidik dengan cara yang bijak, bukan membentak atau melarang seenaknya. Kalau nggak bisa mendidik sendiri, minimal izinkan istri belajar di luar. Bahkan, kalau bisa bantu juga secara finansial agar istri bisa berkembang lewat ilmu.
Istri punya kewajiban untuk ikut keputusan suami soal tempat tinggal. Dan kalau istri mau bepergian jauh, wajib minta izin. Bukan karena suami posesif, tapi karena itu bagian dari tanggung jawab suami, buat memastikan istrinya aman dan baik-baik aja.
Selain itu, istri juga punya tugas buat menjaga kehormatan rumah dan harta suaminya, baik waktu suaminya di rumah, ataupun saat lagi di luar.
Konflik itu wajar—apalagi kalau intensitas komunikasi makin tinggi. Tapi yang penting, tahu cara mengelolanya. Jangan sampai konflik kecil jadi membesar karena salah paham atau emosi nggak terkontrol.